Senin, 18 Agustus 2008

RESI DRIYA

Karya sastra Jawa Klasik berbahasa Jawa Baru, berbentuk puisi tembang macapat, bernafaskan Islam dan berisi ajaran tasawuf. Disebut juga mistis karena berisikan tentang jalan ke arah kesempurnaan batin, kepercayaan bahwa pengetahuan kepada kebenaran dan Allah dapat dicapai dengan jalan penglihatan batin. Istilah Resi Driya mempunyai makna ‘orang arif dalam mengenal dan mengandalkan indranya’. Isi teks merupakan ajaran kerohanian yang disampaikan oleh Resi Driya, dengan harapan mudah-mudahan pembaca atau pendengar tergugah hatinya untuk memperbaiki akhlaknya dan menjalankan perintah agama sehingga dapat selamat di dunia dan akhirat. Ajaran kerohanian dituangkan dalam ajaran pengenalan jati diri melalui pemanfaatan indra manusia.

Manusia hendaklah mendekatkan diri kepada Tuhan agar mendapatkan kesalamatan di dunia dan akhirat, tetapi tidak mengasingkan diri dari keramaian kehidupan dunia. Ia harus mengetahui dan mengenali bahwa Tuhan itu ada dan Esa, tidak ada sesuatu yang menyamainya. Pengenalan dan kepercayaan terhadap kekuasaan Tuhan timbul dari terbukanya indra manusia yang selaras dengan nikmat dan amanat-Nya. Pada taraf ini dorongan nafsu pemuas diri telah terkendali, segala kewajiban dikerjakan dengan cermat, dihadapi dengan sabar dan tawakal. Dengan berbekal akhlak yang baik maka keselarasan hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan dengan isi alam raya akan tercapai. Indra manusia diciptakan utntuk mengungkapkan simbol-simbol yang tak terbatas. Apabila seluruh indra dipenuhi nafsu, maka manusia tidak akan menemukan jati dirinya. Dengan ketaatan, nikmat, dan amanat-Nya dalam memanfaatkan indra, maka jati dirinya akan ditemukan. Dengan ditemukan jati dirinya, tabir menuju kepada-Nya akan tersingkap. Unsur hidup manusia terdiri atas : raga, jiwa, dan sukma. Raga adalah wujud fisik atau badan manusia, jiwa adalah kesadaran hidup yang mendorong adanya cipta, rasa dan karsa. Sukma adalah sinar Ilahi penerang jiwa.

Empat nafsu yang disebutkan dalam suluk ini adalah nafsu yang berasal dari mata, hidung, telinga dan mulut. Nafsu lauwamah timbul dari mulut atau lidah, nafsu amarah timbul dari telinga, nafsu sufiah timbul dari mata, dan nafsu mutmainah timbul dari hidung. Tiga hal yang harus disingkirkan adalah nafsu sufiah, amarah dan lauwamah. Nafsu mutmainah tempatnya dihati, oleh sebab itu manusia apabila hatinya telah tergoyahkan, maka tidak bisa mengelak, pasti mendapat celaka. Segala yang berangkat dari nafsu akan menghasilkan sesuatu yang dapat mencelakakan dirinya, tetapi apabila berangkat dari hati nurani, maka akan terbimbinglah hidupnya. Seluruh uraian yang terkandung di dalamnya pada hakikatnya menunjukkan cara menuju kemanunggalan diri sendiri dengan Tuhan.

eyang menggung

Tidak ada komentar: