Senin, 18 Agustus 2008

Wirid Hidayat Djati - Raden Ronggowarsito

Wirid Hidayat Djati - Raden Ronggowarsito

Bagi para penganut kejawen..tentu mengenal siapa Raden Ronggowarsito sang pujangga jawa yang juga pencipta serat wirid hidajat djati.
hidajat djati sendiri mengandung falsafah yang sangat mendalam, banyak kandungan makna-makna hakiki ['hakikat'] yang susah dipahami kalangan awam.
nah, dalam tread ini kita akan coba menguraikan sedikit demi sedikit tentang warisan sang pujangga tersebut. dimana sebetulnya didalamnya banyak petuah-petuah hidup dan kehidupan yang bisa diikuti.
saya akan mencoba merangkum dari berbagai sumber serta pengetahuan saya sendiri yang sedikit soal wirid ini.
silahkan bro2 yang mungkin memahami betul bersedia menyisihkan, berbagi ilmu disini.......:sembah:

pertama-tama mari kita ulas terlebih dulu, siapa sebenarnya sang pujangga...Raden Ronggowarsito
Image
Raden Ngabehi Rangga Warsita (Surakarta, 14 Maret 1802 - idem, 24 Desember 1873).

Pada hari Senin Legi tanggal 10 Zulkaidah tahun Jawa 1728 atau tanggal 15
Maret 1802 Masehi kurang lebih jam 12.00 siang lahirlah seorang bayi
dirumah kakek yang bernama R. Ng. Yosodipuro I, seorang Pujangga Keraton
yang terkenal dijamannya.
Bayi yang baru lahir itu diberi nama Bagus Burham. Sejak umur 2 tahun sampai 12 tahun Bagus Burham ikut
kakeknya.Ayahnya bernama R. Tumenggung Sastronegoro yang mengharapkan anaknya dikelak kemudian hari menjadi orang yang berguna bagi bangsa dan negaranya. Maka oleh sang ayah, Bagus Burham dikirim ketempat pendidikan
yang memungkinkan dapat mendidik anaknya lebih baik dari dirinya sendiri.Waktu itu pondok Pesantren di kawasan Ponorogo yang dipimpin oleh Kyai Imam Besari terkenal sampai dipusat Kerajaan Surakarta. Kesanalah
Bagus Burham dikirim untuk mendapatkan tambahan ilmu lahir batin serta keagamaan.
Pondok Tegalsari yang dipimpin Kyai Imam Besari ini mempunyai murid yang banyak dan memiliki kepandaian yang pilih tanding.

Bagus Burham berangkat ke Pesantren Tegalsari disertai embannya yang bernama Ki Tanujoyo.
Ditempat yang baru itu Bagus Burham sangat malas. Ditambah lagi lebih suka menjalankan maksiat dari pada mengaji. Berjudi adalah merupakan pekerjaannya setiap hari. Juga pekerjaan maksiat yang lainnya. Adu ayam
termasuk kesukaan yang tidak perbah diluangkan. Dari pada mengaji hari-harinya dihabiskan dimeja-meja judi dari satu desa ke desa lainnya.
Sehingga terkenallah Bagus Burham bukan sebagai santri yang soleh tetapi sebagai penjudi ulung dikalangan orang-orang di daerah Ponorogo. Dasar seorang anak Tumenggung, uang banyak dan biasanya dimanja oleh orang tua
atau kakeknya. Karena kegemarannya bermain judi, adu ayam dan perbuatan-perbuatan maksiat yang lain Bagus Burham banyak berkenalan dengan warok-warok Ponorogo yang satu kegemaran.
Perbuatan putra Tumenggung ini sangat merepotkan hari Kyai Imam Besari. Diharapkan seorang putra priyayi keraton ini akan memberi suri teladan bagi murid-murid (santri-santri) yang lein tetapi ternyata sebaliknya.Seringkali Bagus Burham mendapat teguran dan marah dari Kyai Besari. Namun hal itu tidak merubah sifatnya. Dia tetap penjudi, tetap
penyabung ayam, tetap gemar pada tindakan-tindakan yang menjurus ke maksiat. Karena merasa bosan setiap hari mendapat dampratan dari gurunya maka Bagus Burham pergi meninggalkan pondok Tegalsari diikuti oleh Ki
Tanujoyo.
(Versi lain mengatakan bahwa kepergian Bagus Burham karena Kyai Imam Besari merasa jengkel akan ulah Bagus Burham. Kemudian pimpinan pondok Tegalsari itu memanggil abdi kinasih Ki Tanujoyo dan menyarankan Bagus Burham
tidak usah belajar mengaji di pondok Tegalsari).
Meninggalkan pondok Tegalsari Bagus Burham tidak mau pulang ke Solo. Dengan diiring oleh oleh abdinya dirinya bertualang sampai di Madiun. Ditempat itu uang sakunya habis. Ki Tanujoyo kemudian berdagang barang loakan agar kebutuhan sehari-hari sang majikan terpenuhi. Sedangkan Bagus Burham tetap pada kegemarannya semula.
Sementara itu, Raden Tumenggung Sastronegoro sangat bingung tatkala mendapat laporan Kyai Imam Besari bahwa puteranya pergi dari Tegalsari. Kemudian dipanggillah di Josono agar mencari anaknya sampai ketemu dan agar diajak kembali ke Tegalsari.
Seusai melaporkan, Kyai Imam Besari kembali dari Keraton Solo mendapat laporan dari penduduk Tegalsari
bahwa sekarang daerah Tegalsari tidak aman. Banyak pencuri serta tanaman diserang hama. Kyai Imam Besari memohon petunjuak dari Allah SWT dan Mendapatkan ilham bahwa keadaan daerahnya akan kembali aman damai apabila Bagus Burham kembali ke Tegalsari lagi.
Oleh karena itu Kyai Imam Besari segera mengutus ki Kromoleyo agar supaya berangkat mencari kemana gerangan
perginya Bagus Burham. Bagi Ki Kromoleyo bukan pekerjaan yang sulit mencari Bagus Burham. Sebab dia tahu kehidupun macam apa yang digemari Bagus Burham. Tempat judi, tempat adu ayam. Itulah sasaran Ki Kromoleyo.
Pada penjudi dan pengadu ayam ditanyakan apakah kenal dengan pemuda yang bernama Bagus Burham. Orangnya tampan. Jejak Bagus Burham akhirnya terbau juga. Ki Kromoleyo dapat menemukan Bagus Burham dan mengajak kembali ke Tegalsari.
Namun Bagus Burham tidak mau. Karena bujukan Ki Josono utusan orang tuanya yang kebetulan juga sudah menemukan tempat Bagus Burham maka kembalilah Bagus Burham ke Tegalsari.
Kyai Imam Besari pun menghadapi Bagus Burham dengan cari lain. Sebab ternyata sekembalinya dari petualangannya Bagus Burham bukan semakin rajin mengaji tetapi semakin goblok dan bodoh. Tampaknya. Menghadapi murid yang demikian Kyai yang sudah berpengalaman itu lalu mengambil jalan lain. Bagus Burham tidak langsung tidak langsung diajar mengaji seperti santri-santri yang lain. Dia bukan keturunan orang biasa tetapi masuk memiliki darah
satriya. Maka tidak mengherankan kalau dia juga memiliki/mewarisi sifat-sifat leluhurnya. Gemar sekali kepada hal-hal yang memperlihatkan kejantanan seperti adu ayam dan lain sebagainya.
Menurut serat “CANDRA KANTHA” buatan Raden Ngabehi Tjondropradoto antara lain menyebutkan bahwa : Raden Patah berputera R. Tejo ( Pangeran Pamekas). Pangeran Pamekas berputra Panembahan Tejowulan di Jogorogo. Panembahan Tejowulan berputra Tumenggung Sujonoputro seorang pujangga keraton Pajang. Kemudian Raden Tumenggung Sujonoputro berputra Tumenggung Tirtowiguno. Sedangkan Tumenggung Tirtowiguno ini mempunyai putra R. Ng.
Yosodipuro I pujangga keraton Surakarta. Kemudian sang pujangga berputra R. Ng. Yosodipuro II (Raden Tumenggung Sastronegoro) ayah dari Bagus Burham. (Dari sumber lain menyebutkan bahwa R. Tumenggung Sastronegoro
bukan ayah Bagus Burham tetapi kakeknya. Ayahnya bernama Mas Ngebehi Ronggowarsito Panewu Carik Kadipaten Anom). Dari silsilah tersebut diketahui bahwa Bagus Burham masih ada keturunan darah raja. Darah
bangsawan yang biasanya sangat suka adu jago tetapi gemar melakukan tapa brata.
Kesinilah Imam Kyai Besari mengarahkan. Disamping diberi pelajaran mengaji seperti murid yang lain maka Bagus Burham juga disuruh melakukan “tapa kungkum”. Dari sini terbukalah hati Bagus Burham. Dikeheningan
malam, dengen gemriciknya suara air, diatasnya bintang-bintang berkelap-kelip seolah-oleh menyadarkan Bagus Burham yang usianya juga sudah semakin dewasa itu.
Setelah menjalani tapa kungkum selama 40 hari lamanya maka Bagus Burham tumbuh menjadi anak yang pandai. Kyai Imam Besari tersenyum lega melihat perkembangan anak asuhnya yang paling bengal itu. Terapinya kena sekali.
Padahal terapi itu hanya berdasarkan dongeng yang pernah didengarnya. Bahwa dahulu kala ada seorang pemuda yang bengal, nakal, penjudi, pemalas,perampok yang bernama Ken Arok. Namun karena ketekunan seorang pendidik
yang bernama Loh Gawe maka akhirnya Ken Arok menjadi raja di Singosari. Menurunkan raja-raja besar di tanah Jawa. Dari Mojopahit sampai ke Surakarta semua menurut silsilah masih keturunan langsung dari Ken Arok.
Dan R. Patah pun keturunan Ken Arok. Jadi Bagus Burham juga keturunan Ken Arok. Siapa tahu kenakalannya juga turunan yang dikelak kemudian hari akan menjadi orang yang luar biasa. Bagus Burham menjadi murid yang terpandai.
Selama 4 tahun dipondok Tegalsari ilmu gurunya sudah terkuras habis. Tidak ada sisanya lagi. Dia
melimpahkan habis ilmunya kepada muridnya. Setelah dirasa cukup maka Bagus Burham kembali ke Surakarta. Oleh orang tuanya Bagus Burham disuruh langsung ke Demak untuk belajar mengenal sastra Arab dan kebatinan jawa pada Pangeran Kadilangu.
Bagus Burham seorang kutu buku yang luar biasa. Dengan bekal kepandaian yang dimiliki dari beberapa guru-gurunya, Bagus Burham kemudian menekuni soal kesusastraan Jawa serta peninggalan-peninggalan nenek moyang.
Buku-buku berbahasa kawi kuna ditelaah dan dipelajarai sebaik-baiknya.
Jiwa petualang masih juga membara dalam kalbunya. Dia seringkali mengadakan perjalanan dari satu daerah kedaerah yang lain. Bagus Burham meninjau tempat-tempat yang bersejarah, tempat-tempat yang mengandung nilai-nilai historis, tempat-tempat yang keramat, ke candi-candi dan tempat-tempat penting lainnya. Disembarang tempat dipelbagai daerah kalau dianggap ada orang yang memiliki kepandaian lebih maka tidak malu-malu Bagus Burham berguru para orang tersebut. Tidak peduli dia hanyalah seorang juru kunci atau orang biasa. Pada usia 18 tahun sebagaimana kebiasaan anak priyayi waktu itu ingin mengabdikan dirinya kepada keraton.
Caranya haruslah dengan magang (pegawai percobaan) pada Kadipaten Anom. Jiwa senimannya atau darah kepujanggaannya terasa mengalir deras ditubuhnya. Tidak merasa puas dengan pekerjaan magang tersebut. Maka Bagus Burham mohon pamit sebab dirasa tidak ada kemajuan. Dia ingin mengembara ingin bertualan menuruti gejolak darah senimannya. Hampir seluruh pelosok pulau Jawa telah dijelajahi oleh Bagus Burham. Bahkan juga luar jawa
sepeti Bali, Lombok, Ujung Pandang, Banjarmasin bahkan ada sumber yang mengatakan pengembaraan Bagus Burham sampai di India dan Srilanka. Melihat perjalanan hidupnya seperti tersebut diatas pantaslah kalau Bagus Burham
menjadi manusia yang kritis menghadapi suatu persoalan. (Ungkapan perasaannya tampak ada karyanya ” Serat Kala Tida “.
Pulang dari pengembarannya Bagus Burham kawin. Karena sang mertua diangkat menjadi Bupati di Kediri maka Bagus Burhampun mengikuti ke Kediri. Ditempat tersebut yang terkenal sebagai tempat bersejarah banyak peninggalan-peninggalan dari jaman terdahulu. Di Kediri pernah berdiri kerajaan besar dimana salah satu rajanya adalah Sang Prabu Joyoboyo. Waktu sang prabu berkuasa agaknya keadaan negara sangat tenteram dan damai terbukti lahirnya beberapa karya sastra besar. Sang Prabu memerintahkan kepada Empu Sedah dan Empu Panuluh agar menceritakan kembali atau menyusun ceritera BARATAYUDAHA dalam bahasa yang lebih muda diambil dari buku Maha
Barata asli dari India.
Demikian indahnya gubahan tersebut sehingga banyak yang mengira bahwa kejadian itu terjadi di tanah Jawa. Sebelum raja Joyoboyo, di Kediri juga lahir hasil sastra yang tinggi mutunya. Smara Dahana kitab karya Empu Darmaja, juga buku Sumana Sentaka karya Triguna merupakan hasil sastra yang sulit dicari bandingannya. Di daerah yang
seperti itu tentu saja banyak peninggalan-peninggalan berupa rontal-rontal yang dimiliki penduduk warisan dari nenek moyang. Dengan tekun Bagus Burham di Kediri waktunya dihabiskan untuk mempelajari rontal-rontal yang dapat dikumpulkan dari perbagai daerah. Dari rontal-rontal, pengalaman/pengetahuan selama mengembara dan berguru itulah
dia dapat menimba pelbagai ilmu.
Baru setelah Bagus Burham berumur 38 tahun mulai produktif dengan karya sastranya. Dan pada tahun 1844 pihak keraton mengangkat menjadi Kliwon Carik dan disyahkan menjadi Pujangga Keraton. Namanya Raden Ngabehi
Ronggowarsito dan semakin tenar. Kariernya tidak licin sebab agaknya juga dipengaruhi bahwa orang tuanya (Raden Tumenggung Sastronegoro) dianggap bersalah kepada kompeni Belanda sebab pernah merencanakan akan menggempur
benteng Kompeni diwaku jaman pemberontakan Diponegoro (1825-1830).
sumber :http://krismanto.wordpress.com/2007/09/29/ki-ronggowarsito/

dari cerita itu ada yang bisa dipetik...
Raden Ronggowarsito awalnya bukan orang baik..suka judi dan berbuat maksiat..tapi karena kesungguhannya beliau bisa menjadi sebaliknya...berbudi luhur dan menjadi sastrawan besar yang abadi namanya.

gw jadi bisa belajar juga.....

Salam persaudaran

eyang menggung

Tidak ada komentar: