Senin, 18 Agustus 2008

WEDHATAMA

Secara semantik, Serat Wedhatama terdiri dari tiga suku kata, yaitu: serat, wedha dan tama. Serat berarti tulisan atau karya yang berbentuk tulisan, wedha artinya pengetahuan atau ajaran, dan tama berasal dari kata utama yang artinya baik, tinggi atau luhur. Dengan demikian maka Serat Wedhatama memiliki pengertian: sebuah karya yang berisi pengetahuan untuk dijadikan bahan pengajaran dalam mencapai keutamaan dan keluhuran hidup dan kehidupan umat manusia.Serat Wedhatama yang memuat filsafat Jawa ini ditulis oleh Kangjeng Gusti Pangeran Arya (KGPA) Mangkunegara IV yang terlahir dengan nama Raden Mas Sudira pada hari Senin Paing, tanggal 8 Sapar, tahun Jimakir, windu Sancaya, tahun Jawa 1738, atau tahun Masehi 3 Maret 1811.

Semasa hidupnya, beliau memerintah Kasunanan Mangunegaran selama 25 tahun sejak 24 Maret 1853 dengan catatan prestasi di antaranya: di bidang pemerintahan, beliau mempertegas batas wilayah batas Kasunanan Mangunegaran; di bidang pertahan dan militer, beliau menerapkan kewajiban mengikuti pendidikan selama 6-9 bulan bagi para kerabat dewasa, yang kemudian harus menjadi pegawai negara dalam berbagai bidang. Di bidang ekonomi, beliau berhasil membangun pusat-pusat kegiatan ekonomi yang memberikan kesejahteraan bagi rakyat, seperti pabrik gula di Colomadu dan Tasikmadu, pabrik bungkil di Polokarto, pabrik genteng dan perkebunan karet di beberapa tempat dan lain sebagainya. Sedang di bidang sosial budaya, menghasilkan karya sastra, tarian jawa, pembaharuan dalam musik gamelan Jawa dan sebagainya.

Sri Mangkunegara wafat pada hari Jumat tanggal 8 September 1881 pada usia 70 tahun. Beliau telah meninggalkan warisan yang tak ternilai harganya. Namun seiring dengan perjalanan waktu, nilai budaya luhur yang ditinggalkannya secara pelan dan pasti semakin tergerus budaya asing dalam perjalanan waktu. Hal ini terjadi karena generasi muda penerus budaya dan kehidupan bangsa ini lebih pada kenyataannya banyak yang budaya manca dalam berbagai bentuknya, yang kebanyakan justru menjauhi esensi hidup dan kehidupan umat manusia dan alam semesta.

Agar Serat Wedhatama ini lebih mudah dipelajari dan dipahami berbagai lapisan masyarakat, disini disajikan naskah dalam versi Bahasa Jawa dan versi Bahasa Indonesia.








Bahasa Jawa

Bahasa Indonesia
1.







2.







3.







4.







5.







6.







7.







8.







9.







10.







11.







12.







13.







14.


# Mingkar mingkuring angkara
# Akarana karenan mardi siwi
# Sinawung resmining kidung
# Sinuba sinukarta
# Mrih kretarta pakartining ngelmu luhung
# Kang tumrap neng tanah Jawa
# Agama ageming aji

# Jinejer neng Wedhatama
# Mrih tan kemba kembenganing pambudi
# Mangka nadyan tuwa pikun
# Yen tan mikani rasa
# Yekti sepi asepa lir sepah samun
# Samangsane pakumpulan
# Gonyak-ganyik nglilingsemi

# Nggugu karsane priyangga
# Nora nganggo paparah lamung angling
# Lumuh ingaran balilu
# Uger guru aleman
# Nanging janma ingkang wus waspadeng semu
# Sinamun ing samudana
# Sesadon ingadu manis

# Si pengung ora nglegewa
# Sangsayarda denira cacariwis
# Ngandhar-andhar angendhukur
# Kandhane nora kaprah
# Saya elok alangka longkanganipun
# Si wasis waskitha ngalah
# Ngalingi marang si pingging

# Mangkono ngelmu kang nyata
# Sanyatane mung weh reseping ati
# Bungah ingaran cubluk
# Sukeng tyas yen den ina
# Nora kaya si punggu anggung gumunggung
# Agungan sadina-dina
# Aja mangkono wong urip

# Uripe sapisan rusak
# Nora mulur nalare ting saluwir
# Kadi ta guwa kang sirung
# Sinerang ing maruta
# Gumarenggeng anggereng anggung gumrunggung
# Pindha padhane si mudha
# Prandene paksa kumaki

# Kikisane mung sapala
# Palayune ngendelken yayah-wibi
# Bangkit tur bangsaning luhur
# Lah iya ingkang rama
# Balik sira sasrawungan bae durung
# Mring atining tata krama
# Ngon-anggo agama suci

# Socaning jiwangganira
# Jer katara lamun pocapan pasthi
# Lumuh asor kudu unggul
# Sumengah sosongaran
# Yen mangkono kena ingaran katungkul
# Karem ing reh kaprawiran
# Nora enak iku kaki

# Kekerane ngelmu karang
# Kakarangan saking bangsaning gaib
# Iku boreh paminipun
# Tan rumasuk ing jasad
# Amung aneng sajabaning daging kulup
# Yen kapengkok pancabaya
# Ubayane mbalenjani

# Marma ing sabisa-bisa
# Babasane muriha tyas basuki
# Puruita kang patut
# Lan traping angganira
# Ana uga angger-ugering keprabun
# Abon-aboning panembah
# Kang kambah ing siyang ratri

# Iku kaki takokena
# Marang para sarjana kang martapi
# Mring tapaking tepa tulus
# Kawawa naheb hawa
# Wruhanira mungguh sanyataning ngelmu
# Tan mesthi neng janma wredha
# Tuwin muda sudra kaki

# Sapa ntuk wahyuning Allah
# Gya dumilah mangulah ngelmu bangkit
# Bangkit mikat reh mangukut
# Kukutaning jiwangga
# Yen mangkono kena sinebut wong sepuh
# Liring sepuh sepi hawa
# Awas roroning atunggal

# Tan samar pamoring sukma
# Sinukmanya winahya ing ngasepi
# Sinimpen telenging kalbu
# Pambukaning wanara
# Tarlen saking liyep layaping ngaluyup
# Pindha sesating supena
# Sumusiping rasa jati

# Sajatine kang mangkana
# Wus kakenan nugrahaning Hyang Widhi
# Bali alaming asuwung
# Tan karem karameyan
# Ingkang sipat wisesa-winisesa wus
# Milih mula-mulanira
# Mulane wong anom sami.

# Menghindarkan diri dari angkara
# Bila akan mendidik putra
# Dikemas dalam keindahan syair
# Dihias agar tampak indah
# Agar tujuan ilmu luhur ini tercapai
# Kenyataannya, di tanah Jawa
# Agama dianut raja

# Diuraikan dalam Wedhatama
# Agar tidak mengendurkan budi daya
# Pada hal meski tua renta
# Bila tak memahami perasaan
# Sama sekali tak berguna
# Misalnya dalam pertemuan
# Canggung memalukan

# Menuruti keinginan pribadi
# Bila berbicara tanpa dipikir lebih dahulu
# Tak mau disebut bodoh
# Asal dipuji dan disanjung
# Tetapi manusia telah paham akan pertanda
# Yang ditutupi dengan kepura-puraan
# Ditampilkan dengan manis

# Si bodoh tidak menyadari
# Bicaranya semakin menjadi-jadi
# Melantur-lantur semakin jauh
# Ucapannya tidak masuk akal
# Semakin aneh dan jauh dari kenyataan
# Si pandai dan waspada mengalah
# Menutupi kekurangan si bodoh

# Begitulah ilmu yang nyata
# Sesungguhnya hanya memberi kesejukan
# Bangga dikatakan bodoh
# Senang hatinya bila dihina
# Tidak seperti si bodoh yang besar kepala
# Minta dipuji setiap hari
# Orang hidup jangan begitulah

# Hidupnya semakin rusak
# Nalarnya tidak berkembang dan compang-camping
# Seperti gua yang gelap
# Diterpa angin badai
# Menggeram, mengaung, gemuruh
# Sama siperti si muda
# Meski begitu ia tetap sombong

# Kemampuannya sangat kecil
# Geraknya bergantung kepada ayah-ibu
# Terpandang dan tingkat luhur
# Itulah orang tuanya
# Sedangkan belum mengenal
# Artinya sopan-santun
# Yang merupakan ajaran agama

# Sifat-sifat dirimu
# Tampak dalam tutur-bicara
# Tak mau mengalah, harus selalu menang
# Congkak penuh kesombongan
# Sikap seperti itu salah
# Gila kemenangan
# Itu tak baik, anakku

# Yang termasuk ilmu takhayul
# Pesona yang berasal dari hal-hal gaib
# Ibarat bedak
# Tidak meresap ke dalam tubuh
# Hanya ada berada di luar daging, anakku
# Jika tertimpa mara bahaya
# Pasti akan mengingkari

# Maka sedapat mungkin
# Usahakan berhati baik
# Mengabdilah dengan baik
# Sesuai dengan kemampuanmu
# Juga tata-cara kenegaraan
# Tata-cara berbakti
# Yang berlaku sepanjang waktu

# Bertanyalah anakku
# Kepada para pendeta yang bertirakat
# Kepada segala teladan yang baik
# Mampu menahan hawa nafsu
# Pengetahuanmu akan kenyataan ilmu
# Tidak hanya terhadap orang tua-tua
# Dan orang muda dan hina anakkku

# Barangsiapa mendapat wahyu Tuhan
# Akan cepat menguasai ilmu
# Bangkit merebut kekuasaan
# Atas kesempurnaan dirinya
# Bila demikian, ia dapat disebut orang tua
# Artinya sepi dari kemurkaan
# Memahami dwi-tunggal

# Tidak bingung kepada perpaduan sukma
# Diresapkan dan dihayati di kala sepi
# Disimpan di dalam hati
# Pembika tirai itu
# Tak lain antar sadar dan tidak
# Bagai kilasan mimpi
# Merakna rasa yang sejati

# Sesungguhnya yang demikian itu
# Telah mendapat anugerah Tuhan
# Kembali ke alam kosong
# Tak suka pada keramaian
# Yang bersifat kuasa-menguasai
# Telah memilih kembali ke asal
# Demikianlah, anak muda

eyang menggung

Tidak ada komentar: